ILMU BUDAYA DASAR (Soft Skill)
NAMA : MUHAMMAD NUR ALMUFARID
NPM : 26113051
KELAS : 1KB03
konflik antara suku Dayak dengan Madura
pecahnya kerusuhan antar
etnis di Indonesia, berawal pada Februari
2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, KalimantanTengah dan meluas ke seluruh
provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini
terjadiantara suku
Dayak
asli dan warga migran Madura dari pulau Madura. Konflik tersebut
pecahpada 18
Februari
2001 ketika dua warga Madura
diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500
kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal.
Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Latar belakang
Konflik Sampit tahun
2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa insiden
sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara
Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk
Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh
pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun
2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa
tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif.
Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap
banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan
perkebunan.
Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden
kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran
ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak
mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura.
Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak
mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri
setelah beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga dikatakan bahwa
seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah
sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari
percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama.
Tahun 1972 di Palangka Raya, seorang gadis Dayak digodai dan
diperkosa, terhadap kejadian itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan
perdamaian menurut hukum adat.
Tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku Dayak,
pelakunya tidak tertangkap, pengusutan / penyelesaian secara hukum tidak ada.
Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga Kasongan etnis
Dayak di bunuh (perkelahian 1 (satu) orang Dayak dikeroyok oleh 30 (tigapuluh)
orang madura). Terhadap pembunuhan atas
warga Kasongan bernama Pulai yang beragama Kaharingan tersebut, oleh tokoh suku
Dayak dan Madura diadakan perdamaian: dilakukan peniwahan Pulai itu dibebankan
kepada pelaku pembunuhan, yang kemudian diadakan perdamaian ditanda tangani
oleh ke dua belah pihak, isinya antara lain menyatakan apabila orang Madura
mengulangi perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalteng.
Tahun 1996, di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop
Panala dan di bunuh dengan kejam (sadis) oleh orang Madura, ternyata hukumannya
sangat ringan.
Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh
orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan skor orang Madura
mati semua, tindakan hukum terhadap orang
Dayak: dihukum berat. Orang Dayak tersebut diserang dan mempertahankan diri
menggunakan ilmu bela diri? dimana penyerang berhasil dikalahkan semuanya.
Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah, seorang anak
laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku Madura yang tukang
jualan sate. Si belia Dayak mati secara mengenaskan, ditubuhnya terdapat lebih
dari 30 (tigapuluh) bekas tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu
persoalannya, sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate
telah lari kabur .Yang tidak dapat dikejar oleh si tukang sate itu, si korban
Waldi
hanya kebetulan lewat di tempat kejadian.
Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh 4
(empat) orang Madura, pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri dan
korbannya meninggal, tidak ada penyelesaian secara hukum.
Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok
oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya, namun besok
harinya datang sekelompok suku Madura menuntut
temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan; ternyata pihak Polresta Palangka
Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum;
Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku
Madura --- masalah sengketa tanah ---; 2 (dua) orang Dayak dalam perkelahian
tidak seimbang itu mati semua, sedangkan pembunuh lolos, malah orang Jawa yang
bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap
pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin
Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura, gara-gara suku Madura
memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu
banyak menimbulkan korban pada ke dua belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.
Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama
IBA oleh 3 (tiga) orang Madura; pasangan itu luka berat. Dirawat di RSUD Dr.
Doris Sylvanus, Palangka Raya, biaya operasi /perawatan ditanggung oleh Pemda
Kalteng. Para pembacok / pelaku tidak ditangkap, katanya? sudah pulang ke pulau
Madura sana!. (Tiga orang Madura memasuki rumah keluarga IBA dengan dalih minta
diberi minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu IBA menuangkan
air di gelas, mereka
membacoknya, isteri IBA mau membela, juga di tikam. Tindakan itu dilakukan
mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah alamat).
Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, 1 (satu) keluarga Dayak mati
dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian hukum.
Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 (satu) orang suku Dayak di bunuh / mati oleh
pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para
pelaku lari, tanpa proses hukum.
Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi
pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku
Madura, para pelaku kabur / lari, tidak tertangkap, karena lagi-lagi ?katanya?
sudah lari ke Pulau Madura, proses hukum tidak ada karena pihak
berwenang tampaknya ?belum mampu? menyelesaikannya (tidak tuntas).
Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak terbunuh /
dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak terbunuh /
mati diserang oleh suku Madura. Belum terhitung masalah warga Madura di bagian
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan. Suku Dayak hidup berdampingan dengan damai dengan Suku Lainnya di
Kalimantan Tengah, kecuali dengan Suku Madura. Lanjutan kerusuhan tersebut
adalah peristiwa Sampit yang mencekam itu.
A.KRONOLOGIS KEJADIAN
1. Tanggal 18 Februari 2001
a. Pkl.01.00 WIB terjadi peristiwa pertikaian antar etnis diawali dengan
terjadinya perkelahian antara Suku Madura dengan kelompok Suku Dayak di Jalan
Padat Karya, yang mengakibatkan 5 (lima) orang meninggal dunia dan 1 (satu)
orang luka berat semuanya dari Suku Madura.
b. Pkl. 08.00 WIB terjadi pembakaran rumah Suku Dayak sebanyak 2 (dua) buah
rumah yang dilakukan oleh kelompok Suku Madura dan 1 (satu) buah
rumah Suku Dayak dirusak dan dijarah oleh kelompok Suku madura. Kejadian ini
mengakibatkan 3 (tiga) orang meninggal semuanya dari Suku Dayak.
c. Pkl. 09.30 WIB pengiriman Pasukan Brimob Polda dari Kalimantan Selatan
sebanyak 103 personil dengan kendali BKO Polda Kaliteng untuk pengamanan di
Sampit dan tiba Pkl. 12.00 WIB
d. Pkl. 10.00 WIB sebanyak 38 (tiga puluh delapan) orang tersangka dari
kelompok Suku Dayak atas kejadian tersebut di atas diamankan ke MAPOLDA Kalteng
di Palangka Raya dan menyita beberapa macam senjata
tajam sebanyak 62 buah.
e Pkl. 20.30 WIB ditemukan 1 (satu) orang mayat dari kelompok Suku Dayak di
Jalan Karya Baru, Sampit.
2. Tanggal 19 Februari 2001
a. Pkl. 02.00 WIB terjadi pembakaran 1 (satu) buah mobil Kijang milik Suku
Madura di Jalan Suwikto, Sampit.
b. Pkl. 16.00 WIB ditemukan mayat sebanyak 4 (empat) orang dan 1 (satu) orang
luka bakar semuanya dari Suku Dayak di Jalan Karya Baru, Sampit.
c. Pkl. 17.00 WIB diadakan sweeping oleh Petugas aparat keamanan terhadap
kelompok Suku Madura dan kelompok Suku Dayak di Sampit.
d. Penangkapan 6 (enam) orang Suku Dayak tersangka berdasarkan hasil
pemeriksaan terhadap tersangka
yang telah ditahan sebelumnya, dan diamankan di Polres Kotim.
e. Pkl. 22.00 WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan DANREM 102/PP
bersama pasukan dari Yonif 631/ATG sebanyak 276 orang menuju Sampit
dan tiba Pkl. 03.00 WIB.
f. Pada tanggal 18 dan 19 Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya dikuasai oleh
Suku Madura yang
menggunakan senjata tajam dan bom molotov.
3. Tanggal 20 Februari 2001.
a Pkl. 08.30 WIB diadakan pertemuan antara DANREM 102/PP, KAPOLDA dan Wakil Gubernur
dan MUSPIDA Kabupaten Kotawaringin Timur dengan tokoh masyarakat di Sampit (
Tokoh Dayak, Madura dan Tokoh Masyarakat
Sampit) untuk mengupayakan penghentian pertikaian dan dilanjutkan dengan
pemantauan ke lokasi pertikaian dengan mengadakan dialog dengan warga yang
bertikai.
b. Warga yang ketakutan karena kerusuhan dan sweeping disertai pembakaran rumah
yang dilakukan oleh Suku Madura terhadap Suku Dayak mengungsi ke Gedung Balai
Budaya Sampit, Gedung DPRD Kotawaringin Timur dan Rumah Jabatan Bupati
Kotawaringin Timur sebanyak 702 KK (2.850 orang) bukan Suku Madura dan sebagian
warga non Madura mengungsi ke Palangka Raya.
c. Terjadi perkelahian dan kerusuhan massal terbuka antara Suku Madura dan Suku
Dayak yang datang membantu dari pedalaman.
4. Tanggal 21 Februari 2001.
a. Pkl. 09.00 WIB di Sampit diadakan pertemuan Wakil Gubernur, DANREM 102 / PP
dan KAPOLDA Kalimantan Tengah dengan MUSPIDA Kabupaten Kotawaringin Timur.
b. Pkl. 09.00 WIB di Palangka Raya ada Unjuk Rasa oleh masyarakat Suku Dayak,
Suku Jawa, Suku Batak dan masyarakat lainnya ke DPRD Propinsi Kalimantan Tengah
menyampaikan tuntutan sebagaimana pada Lampiran 07.
c. Pkl. 12.15 WIB para pengunjuk rasa menuju MAPOLDA Kalimantan Tengah untuk
menjemput 38 tahanan yang diminta penangguhan penahanannya.
5. Tanggal 22 Februari 2001.
a. Pkl. 08.00 WIB diadakan Rapat Satkorlak PB di ruang kerja Wakil Gubernur
Kalimatan Tengah untuk mengantisipasi menanggulangi kerusuhan di Sampit.
b. Pkl. 08.30 WIB berangkat ke Jakarta rombongan dari LMMDDKT sebanyak 3 orang
didampingi oleh KAJATI Kalimantan Tengah, Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan
Tengah, Ketua DPRD Propinsi Kalimantan Tengah dan Kepala Direktorat Sosial
Politik Propinsi Kalimantan Tengah menghadap KAPOLRI untuk menyampaikan usul
supaya KAPOLDA Kalimantan Tengah diganti.
c. Pkl. 10.30 WIB Wakil Gubernur Kalteng menghubungi Wakil Gubernur Jawa Timur
per telepon untuk koordinasi dalam rangka penanganan evakuasi
pengungsi ke Surabaya.
d. Ditemukan 14 buah Bom Rakitan di rumah Suku Madura di Sampit.
e.Menghubungi Dirjen Perhubungan Laut untuk koordinasi angkutan Kapal dan
merubah rute pelayaran
Kapal Pelni yang ke Kumai untuk membawa pengungsi dari Sampit ke Surabaya.
6. Tanggal 23 Februari 2001.
a. Pkl. 08.30 WIB Tim Investigasi MABES POLRI berangkat ke Palangka Raya
dibawah Pimpinan Brigjen Pol. MUJI HARTAJI beserta 2 anggota untuk mengadakan
pengecekan di lapangan.
b. Pkl. 15.00 WIB diadakan Rapat Satkorlak PB Kalimantan Tengah untuk membahas
bantuan Kapal, membentuk Tim Sukarelawan untuk dikirim ke Sampit untuk
membentuk dan memperkuat Satlak PB di Sampit.
c. Melakukan evakuasi pengungsi Suku Madura dari Kuala Pembuang ke Gresik
sebanyak 205 orang dengan KLM Bintang Selatan dan sebanyak 1.027
orang dengan KM Anugrah Samudra.
7.Tanggal 24 Februari 2001.
a.Ditemukan 4 (empat) mayat Suku Madura di Sampit.
b.Ditemukan 6 (enam) bahan peledak bom rakitan di Komplek IKAMA Palangka Raya.
c.Pkl. 10.00 WIB melakukan evakuasi Suku Madura sebanyak 2.100 orang dari
Sampit ke Surabaya dengan KRI Teluk Sampit
d. Pkl. 23.45 WIB melakukan Evakuasi Suku Madura sebanyak 3.000 orang dengan
KRI Teluk Ende.
8. Tanggal 25 Februari 2001.
a. Pkl. 09.30 WIB melakukan Evakuasi pengungsi dari Kumai ke Semarang sebanyak
2.139 orang dengan KM Leuser.
b.Pkl. 11.30 WIB Menkopolsoskam beserta rombongan tiba di Palangka Raya dan
langsung meninjau lokasi
kerusuhan di Kota Sampit dan Kota Palangka Raya.
c. Pkl. 18.30 WIB kerusuhan dari Sampit meluas ke Kota Palangka Raya, mulai
terjadi pembakaran rumah-rumah Suku Madura sebanyak 20 buah oleh warga
masyarakat non Madura yang datang dari berbagai tempat di pedalaman.
9. Tanggal 26 Februari 2001.
a.Satkorlak Pengendalian Bencana (PB) Kalteng menerima bantuan dari Depkes dan
Kessos, Dinas PU Kalimantan Tengah, Bakornas Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi (PBP) PMI Pusat lihat Lampiran 06.
b.Terjadi pembakaran 3 (tiga) buah rumah Suku Madura
di Kota Palangka Raya oleh masyarakat setempat non
Madura.
10. Tanggal 27 Februari 2001.
a. Pukul 08.30 WIB tiba di Palangka Raya Tim KOMNAS HAM Pusat di bawah Pimpinan
Sdr. Bambang W. Suharto.
b.Pukul 07.38 WIB tiba di Palangka Raya rombongan PMI Pusat di bawah pimpinan
Sdr. Mar'ie Muhammad beserta rombongan dengan membawa bahan makanan dan obat-obatan.
c. Meninggal dunia sebanyak 7 orang terdiri dari 5 (lima) orang Suku Madura dan
2 (dua) orang yang tidak diketahui identitas Sukunya akibat kerusuhan di kota
Palangka Raya.
d.Evakuasi Suku Madura sebanyak 2.269 orang dari Pegatan Mendawai Kotawaringin
Timur ke Banjarmasin dengan Speed Boat.
e.Rombongan petugas Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB sebanyak 4 (empat)
orang tiba di palangka Raya meminta informasi berkenaan jumlah pengungsi dan
penangananya serta upaya penanggulangan kerusuhan.
f.Pukul 13.45 WIB di Sampit terjadi kesalah-pahaman antara aparat keamanan di
Pelabuhan Sampit sehingga menimbulkan korban dari POLRI 3 orang luka tembak,
dari TNI-AD 1 (satu) orang meninggal dunia dan dua orang luka tembak.
Kerugian material 1 (satu) buah Jeep PM, 1 (satu) buah Suzuki Vitara dan 6
(enam) buah truk TNI-AD rusak berat.
11. Tanggal 28 Februari 2001.
a.Jumlah pengungsi yang dievakuasi dengan Kapal Laut secara keseluruhan sejak
tanggal 18 Pebruari 2001 sebanyak 57.492 (lima puluh tujuh ribu empat ratus
sembilan puluh dua) orang dengan perincian pada Lampiran 02.
b.Terjadi kebakaran di Pasar Sampit, Jalan Iskandar pada pukul 18.45
WIB. Besarnya kerugian belum bisa dihitung dan akan dilaporkan
kemudian.
c.Jumlah korban sejak tanggal 18 Pebruari 2001 terdiri dari korban jiwa
sebanyak 383 (tiga ratus delapan puluh tiga) orang dan luka-luka sebanyak 38
(tiga puluh delapan orang). Korban materil berupa rumah terbakar sebanyak 793
(tujuh ratus sembilan puluh tiga buah) dan rumah yang rusak sebanyak 48
(empat puluh delapan). Kendaraan roda empat dan roda dua sebanyak 13 (tiga
belas) buah, serta Becak sebanyak 206 (dua ratus enam) buah lihat Lampiran 01.
d.Jumlah satuan pengamanan untuk wilayah Sampit yang sudah dikerahkan sampai
saat ini sejak tanggal 18 Pebruari 2001 sebanyak 3.129 (tiga ribu seratus dua
puluh sembilan) personil lihat Lampiran 03.
12. Tanggal 01 Maret 2001.
a. Kunjungan Wakil Presiden beserta rombongan dan pengarahan kepada Gubernur
dan Muspida dalam rangka peninjauan ke Sampit dan Palangkaraya.
b. Menyampaikan pernyataan sikap oleh Forum Komunikasi Umat beragama Kabupaten
KOTIM tentang jaminan keamanan untuk masyarakat Sampit yang dihadiri oleh Tokoh
masyarakat dan tokoh agama ( Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha
dan Konghucu).
c.Menerima pengungsi di Palangkaraya sebanyak 174 orang
13. Tanggal 02 Maret 2001.
a.Memberangkatkan 6 dokter dari RSCM Jakarta dan 10 orang Kelompok Sukarelawan
(KSRL) ke Sampit.
b.Pemberangkatan pengungsi dari Sampit dengan menggunakan KRI Teluk Bone
sebanyak 3.019 orang dan KRI Teluk Saleh sebanyak 3.156 orang ke Surabaya.
c.Menyerahkan bantuan beras dari Wakil Presiden sebanyak 20 ton ke Sampit.
d.Rapat koordinasi yang dipimpin oleh Gubernur mengenai solusi penanganan pertikaian
antar etnis oleh tokoh masyarakat dan dihadiri unsur Muspida Tk. I Propinsi
Kalteng.
14. Tanggal 03 Maret 2001.
a. Pengiriman Aqua oleh pengurus Daerah PMI Propinsi Kalimantan Tengah sebanyak
9000 botol = 750 dos.
b.Pengiriman 100 kantong darah dan 100 kantong darah segar bantuan dari PMI
Pusat ke Sampit.
c. Memberangkatkan Sekretaris Daerah, Kadit Sospol dan Wakil Ketua
DPRD Kalimantan Tengah ke Surabaya dalam rangka pertemuan dengan Tokoh Madura
dan Kapolri.
B.LANGKAH-LANGKAH YANG TELAH DILAKUKAN PEMDA DAN
APARAT KEAMANAN
1.Menerjunkan satuan pengamanan dari POLRI dan TNI ke lokasi kerusuhan.
2.Melakukan tindakan persuasif dan preventif terhadap kelompok yang bertikai
untuk mengantisipasi
berkembangnya kerusuhan yang lebih meluas.
3.Mengadakan evakuasi para pengungsi dari Sampit ke Surabaya maupun dari
Palangka Raya ke Surabaya lewat
Banjarmasin.
4.Mengadakan koordinasi dengan instansi terkait, tokoh masyarakat dan tokoh
agama guna mencegah berkembangnya pertikaian.
5. Melaksanakan patroli dan menempatkan pasukan pada tempat yang rawan
pertikaian.
6.Memberikan bantuan bahan makanan dan obat-obatan kepada para pengungsi yang
diperoleh dari berbagai
pihak.
7.Berusaha meredam dan menghentikan aksi pembakaran dan pengrusakan milik warga
Suku Madura dengan cara
mengeluarkan pengumuman dan himbauan yang disampaikan media massa dan
elektronik serta mobil keliling
secara kontinyu.
8.Melakukan optimalisasi Siskamling di 500 RT sekota Palangka Raya untuk
mengadakan tindakan
preventif.
9.Mengadakan koordinasi secara intensif dengan MUSPIDA Propinsi Kalimantan
Tengah dan instansi
terkait, maupun dengan MUSPIDA Kota Palangka Raya dan MUSPIDA Kabupaten
Kotawaringin Timur beserta instansi terkait.
10.Mengikuti pertemuan Kerukunan Warga Kalimantan dengan tokoh Madura dan
Gubernur Jawa Timur di Surabaya tanggal 3 Maret 2001.
C.PERMASALAHAN JANGKA PENDEK
1.Lokasi kerusuhan sifatnya terpencar pada wilayah yang luas sehingga agak
menyulitkan bagi aparat keamanan untuk mengadakan tindakan preventif dan
represif dengan kondisi tenaga yang terbatas.
2.Masih ada sisa pengungsi yang belum dievakuasi.
3.Penanganan para pengungsi oleh Pemerintah Daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah
dalam menerima evakuasi.
4.Kekhawatiran kemungkinan aksi pembalasan terhadap Warga Kalimantan Tengah
yang berada di Jawa termasuk yang sedang menuntut ilmu terutama di Jawa Timur
dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
5.Keterbatasan dana untuk penanganan pengungsi dan upaya penyelesaian konflik
serta pendataan harta benda milik para korban kerusuhan.
D.POKOK POKOK MASALAH YANG HARUS DITANGANI DALAM
JANGKA MENENGAH DAN PANJANG
1.Bahwa proses marginalisasi dan pemelaratan yang terjadi di Kalimantan Tengah,
baik dari sisi ketidakadilan pemanfaatan sumberdaya alam dan Pembangunan Daerah,
maupun ketidakadilan akan adanya perlindungan hak-hak hidup masyarakat telah
ditambah oleh ketidakmampuan etnis Madura untuk memberikan toleransi terhadap
hampir seluruh aspek kehidupan Suku Dayak Kalimantan Tengah.
2.Adanya arogansi budaya Suku Madura yang memandang remeh budaya lokal Suku
Dayak, menimbulkan berbagai gesekan yang seluruhnya tidak pernah diselesaikan
secara tuntas, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Akumulasi
gesekan-gesekan tersebut menimbulk an perseteruan dan perkelahian massal yang
membesar dan memuncak dari waktu ke waktu.
3.Kecenderungan Suku Madura membawa kenalan, sanak-keluarga, kerabat dan
anggota masyarakat Madura ke Kalimantan Tengah yang kurang berpendidikan dan
berlaku kriminal, tanpa melakukan seleksi terlebih dahulu, telah menyebabkan
Kalimantan Tengah menerima warga Suku Madura yang potensial dan banyak
melakukan hal-hal yang tidak toleran terhadap hampir seluruh aspek kehidupan
Suku Dayak.
4.Hal-hal tersebut telah membangkitkan kerugian yang tidak terhingga bagi Suku
Dayak, baik dari segi moril, mau pun materil. Adanya hujatan bahwa Suku Dayak
tidak beradab, tidak toleran, tidak berkemanusiaan dan lain-lain yang dilansir
baik oleh perorangan mau pun media massa serta elektronik secara
luas, tanpa mempertimbangkan penderitaan berkepanjangan yang timbul
dimasyarakat Suku Dayak akibat kerusuhan yang muncul dari adanya Suku Madura di
Kalimantan Tengah.
5.Adanya kecenderungan pihak Suku Madura melindungi warganya yang berbuat jahat
terhadap Suku Dayak, menyebabkan akumulasi kebencian yang merupakan masalah
umum dan sosial dikalangan warga non Madura di
Kalimantan Tengah. IKAMA menjadi tempat untuk menyelamatkan warga Suku Madura
yang berbuat jahat kepada warga non Madura.
6.Adanya upaya tokoh-tokoh Suku Madura mendorong peristiwa kerusuhan yang ada
di Kalimantan Tengah hanya muncul dari sisi Suku Dayak, yaitu dengan merujuk
akibat kerusuhan semata, tanpa memperhatikan
asal-muasal dan proses-proses yang mandahuluinya.
7.Terlihat pula upaya tokoh-tokoh Suku Madura mendorong masyarakat agama untuk
berseteru satu dengan lainnya dengan mengatakan bahwa masalah di kota Sampit
adalah pembasmian terhadap umat muslim.
8.Adanya pertimbangan yang naif dari tokoh-tokoh Madura dengan menelorkan
ancaman-ancaman kepada para petinggi Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah untuk
memaksakan kehendak mereka dalam penyelesaian
kerusuhan. Hal ini dilakukan tanpa mempertimbangkan bahwa Kalimantan Tengah
menjadi korban kelalaian para tokoh-tokoh Suku Madura yang gagal membina
warganya yang mencari kehidupan di Kalimantan Tengah.
9.Suku Dayak Kalimantan Tengah selama ini sangat toleran terhadap Suku Madura,
sehingga pada beberapa keluarga Dayak, telah menerima anaknya menikah dengan
Suku Madura.
E.SARAN PENANGANAN MASALAH ETNIS
1.Diperlukan upaya pengelolaan yang komprehensif masalah etnis di Kalimantan
Tengah yang mencakup inventarisasi, rekonsiliasi, penyusunan strategi pembinaan
dan pemeliharaan kondisi yang kondusif dalam masyarakat Kalimantan Tengah.
Untuk itu diperlukan program khusus dan action plan yang terperinci yang
disepakati bersama secara Nasional.
2. Diperlukan upaya mengetuk hati Pemerintah Pusat, bahwa masalah etnis bukan
hanya terdapat di Kalimantan Tengah, melainkan juga menjadi masalah Nasional.
Diperlukan upaya yang berimbang dalam penanganan etnis dengan menggalakkan
berbagai bidang pembangunan di Daerah yang bertumpu kepada entitas masyarakat
setempat sebelum memperluas cakupannya secara Nasional dengan melibatkan
berbagai etnis / komunitas masyarakat lainnya. Masalah kependudukan dan
lapangan kerja Nasional agar dimulai penyelesaiannya pada tingkat lokal, dimana
partisipasi lokal dimaksimalkan sebelum melibatkan unsur-unsur lainnya yang
bersifat menunjang secara Nasional. Diupayakan agar masalah Nasional jangan
dibebankan pemecahannya secara partial kepada Daerah
Referensi :